Ketika dirinya mengikis setiap kepercayaan diri yang tertinggal…
Hanya kesunyian yang tak musnah, terkikis oleh waktu..
Perlahan tapi pasti, keganasan tentang dirinya mencoba menyatu kepada setiap orang yang mendekatinya…
Kecintaan orang – orang atas dirinya terbangun kokoh, tegap berdiri menantang jaman…
Aneh… keganasan yang dicintai..
Perlahan – lahan ia mulai mengikis lagi.. Sehingga jiwa yang terkikis sudah mulai mengabaikan kesakitan kecil yang dulu terlihat besar…
Jiwa terus menahan sakit yang luar biasa, hingga ketika setitik terang muncul kebahagiaan luar biasa terpancar…
Kini diri itu telah menyatu dengan jiwa.. membangun tempat baru dalam jiwa itu.. Diatas perih sang jiwa Ia terus meletakan bata miliknya…
Jika kematian jiwa terlebih dulu datang sebelum pokok terbangun, maka runtuhlah tembok yang dibangun oleh pedih..
Namun, istana megah terbangun bagi jiwa yang terus berlari menjauh dari intaian maut..
Hingga pada akhirnya kebali kecintaan pada dirinya tumbuh melupakan goresan – goresan perih…
Seberkas cahaya itu belum datang, kikisan itu semakin merobek…
Bisakah aku terus berlari dengan luka dari kegelapan ini tanpa ada cahaya itu?